Anekdot terkadang bersifat sindiran alami. Di bawah rezim otoritarian di Uni Soviet berbagai macam anekdot politik tersebar di masyarakat sebagai satu-satunya cara untuk membuka dan mencela kejahatan dari sistem politik dan pemimpinnya. Mereka mentertawakan kepribadian Vladimir Lenin, Nikita Khrushchev, Leonid Brezhnev, dan pemimpin Soviet lainnya. Pada zaman Rusia modern ada banyak anekdot tentang Vladimir Putin. [4]
Kata 'anekdot' dalam (Yunani: ἀνέκδοτον "tidak diterbitkan", secara harfiah "tidak dikeluarkan") berasal dari Procopius of Caesarea, penulis biografi dari Justinian I, yang membuat sebuah karya berjudἈνέκδοτα (Aul nekdota, secara beragam diterjemahkan dengan Memoar yang tak diterbitkan atau Kisah Rahasia), yaitu sebuah koleksi kejadian-kejadian singkat dari kehidupan pribadi dari istana Bizantin. Secara bertahap, makna anekdot dipakai [5] untuk setiap kisah singkat yang digunakan untuk menekankan atau mengilustrasikan apapun poin yang si penulis inginkan.
Contoh Anekdot
Anekdot memang tidak sepopuler puisi maupun pantun. Namun anekdot terkadang berisi humor, kritik, dan pendapat yang terkesan tegas, nyata, namun tetap menggelitik dan menghibur. Salah satu anekdot yang paling terkenal adalah anekdot "Hukum Peradilan"Anekdot Hukum Peradilan
Pada zaman dahulu di suatu negara (yang pasti bukan negara kita) ada seorang tukang
pedati yang rajin dan tekun. Setiap pagi dia membawa barang dagangan ke pasar dengan
pedatinya. Suatu pagi dia melewati jembatan yang baru dibangun. Namun sayang, ternyata kayu
yang dibuat untuk jembatan tersebut tidak kuat. Akhirnya, tukang pedati itu jatuh ke sungai.
Kuda beserta dagangannya hanyut.
Si Tukang Pedati dan keluarganya tidak terima karena mendapat kerugian gara-gara
jembatan yang rapuh. Kemudian, mereka melaporkan kejadian itu kepada hakim untuk
mengadukan si Pembuat Jembatan agar dihukum dan memberi uang ganti rugi. Zaman dahulu
orang dapat melapor langsung ke hakim karena belum ada polisi.
Permohonan keluarga si Tukang Pedati dikabulkan. Hakim memanggil si Pembuat
Jembatan untuk diadili. Namun, si Pembuat Jembatan tentu protes dan tidak terima. Ia
menimpakan kesalahan kepada tukang kayu yang menyediakan kayu untuk bahan jembatan itu.
Kemudian, hakim memanggil si Tukang Kayu.
Sesampainya di hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim "Yang Mulia
Hakim, apa kesalahan hamba sehingga hamba dipanggil ke persidangan?" Yang Mulia Hakim
menjawab, "Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang kamu bawa untuk membuat jembatan itu
ternyata jelek dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan pedati beserta
kudanya. Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan mengganti segala kerugian si Tukang
Pedati." Si Tukang Kayu membela diri, "Kalau itu permasalahannya, ya jangan salahkan saya,
salahkan saja si Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek." Yang Mulia Hakim berpikir,
"Benar juga apa yang dikatakan si Tukang Kayu ini. Si Penjual Kayu inilah yang menyebabkan
tukang kayu membawa kayu yang jelek untuk si Pembuat Jembatan. " Lalu, hakim berkata
kepada pengawalnya, "Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya!" Pergilah si Pengawal menjemput si Penjual Kayu.
Si Penjual Kayu dibawa oleh pengawal tersebut ke hadapan hakim. "Yang Mulia Hakim,
apa kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan ini?" kata si Penjual Kayu. Sang
Hakim menjawab, "Kesalahanmu sangat besar karena kamu tidak menjual kayu yang bagus
kepada si Tukang Kayu sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kukuh dan menyebabkan
seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam pedati. " Si Penjual Kayu menjawab,
"Kalau itu permasalahannya, jangan menyalahkan saya. Yang salah pembantu saya. Dialah yang
menyediakan beragam jenis kayu untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang jelek
kepada si Tukang Kayu itu." Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. "Hai pengawal
bawa si Pembantu ke hadapanku!" Maka si Pengawal pun menjemput si Pembantu.
Seperti halnya orang yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si Pembantu pun
bertanya kepada hakim perihal kesalahannya. Sang Hakim memberi penjelasan tentang
kesalahan si Pembantu yang menyebabkan tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya
sepedati. Si Pembantu tidak secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu sehingga ia
tidak bisa memberi alasan yang memuaskan sang Hakim. Akhirnya, sang Hakim memutuskan si
Pembantu harus dihukum dam memberi ganti rugi. Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal,
"Hai, Pengawal, masukkan si Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya sekarang juga!"
Beberapa menit kemudian, sang Hakim bertanya kepada si Pengawal, "Hai, Pengawal
apakah hukuman sudah dilaksanakan?" Si Pengawal menjawab, "Belum, Yang Mulia, sulit sekali
untuk melaksanakannya." Sang Hakim bertanya, "Mengapa sulit? Bukankah kamu sudah biasa
memenjarakan dan menyita uang orang?" Si Pengawal menjawab, "Sulit, Yang Mulia. Si
Pembantu badannya terlalu tinggi dan gemuk. Penjara yang kita punya tidak muat karena terlalu
sempit dan si Pembantu itu tidak punya uang untuk disita." Sang Hakim marah besar, "Kamu
bego amat! Gunakan dong akalmu, cari pembantu si Penjual Kayu yang lebih pendek, kurus, dan
punya uang!". Kemudian,si Pengawal mencari pembantu si Penjual Kayu yang lain yang
berbadan pendek, kurus, dan punya uang.
Si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang bertanya kepada hakim,
"Wahai, Yang Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba sehingga harus dipenjara?" Dengan
entengnya sang Hakim menjawab,"Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya uaaaaaang!!!"
Setelah si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang itu dimasukkan ke
penjara dan uangnya disita, sang Hakim bertanya kepada khalayak ramai yang menyaksikan
pengadilan tersebut, "Saudara-saudara semua, bagaimanakah menurut pandangan kalian,
peradilan ini sudah adil?" Masyarakat yang ada serempak menjawab, "Adiiiiilll!!!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar