Berdasarkan berita Marcopolo (th 1292) dan Ibnu Batutah (abad 13).
Pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu
kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya Batu
nisan makam Sultan Malik Al Saleh (th 1297) Raja pertama Samudra Pasai.
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau
Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir
pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh
Utara sekarang. Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh
Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai
dapat ditaklukannnya, kemudian mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai
pertama dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 – 1297). Makam
Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko,
mencatat hal yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi sebuah
kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi.
Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah
Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat yang sangat subur.
Perdagangan di daerah itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata
uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun ke kota ia mendapati
sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan
menara kayu.
Kota perdagangan di pesisir itu adalah ibu kota Kerajaan Samudera
Pasai. Samudera Pasai (atau Pase jika mengikuti sebutan masyarakat
setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh
dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan
Malikul Dhahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan
internasional. Pelabuhannya diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia,
Afrika, Cina, dan Eropa.
Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh
Utara, diawali dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah
Peurelak, seperti Rimba Jreum dan Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah
salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan beberapa kerajaan
kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi.Makam Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdul Kadir.
Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam
Peureulak. Dari pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama
Malikul Dhahir dan Malikul Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa,
Malikussaleh menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia
mendirikan kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat,
Malikul Dhahir menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan
Sultan Malikul Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah
hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah
menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap
jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut
rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas
hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas
apa-apa.
Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang
memerintah Samudera Pasai dalam kurun waktu 1297-1326 M ini, pada batu
nisannya dipahat sebuah syair dalam bahasa Arab, yang artinya, ini
adalah makam yang mulia Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama.
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal
sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan
yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas
ekspor utama.
Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000
bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur
barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya
perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju,
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah
satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin.
Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa
mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka
dibebaskan dari pembayaran cukai.
Perdagangan
Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat
perkembangan Islam di Nusantara. Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke
Jawa dan daerah lain berasal dari Pasai.
Eratnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di
Jawa juga terlihat dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo.
Sunan Kalijaga memperistri anak Maulana Ishak, Sultan Pasai. Sunan
Gunung Jati alias Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis
lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah
berkunjung ke Pasai.
Situs Kerajaan Islam Samudera Pasai ini sempat sangat terkenal di
tahun 1980-an, sebelum konflik di Aceh semakin memanas dan menyurutkan
para peziarah. Menurut Yakub, juru kunci makam Sultan Malikussaleh, nama
besar sang sultan turut mengundang rasa keingintahuan para peziarah
dari Malaysia, India, sampai Pakistan. “Negara-negara itu dulunya
menjalin hubungan dagang dengan Pasai,” tutur Yakub.
Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat sejumlah situs makam para pendiri kerajaan dan
keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi
satu-satunya karena peninggalan lain seperti istana sudah tidak ada.
Makam Sultan Malikussaleh dan cucunya, Ratu Nahrisyah, adalah dua
kompleks situs yang tergolong masih terawat. makam Malikal Zahir.
Menurut Snouck Hurgronje, hubungan langsung Arab dengan Indonesia
baru berlangsung abad 17 pada masa kerajaan Samudra Pasai, Banten, Demak
dan Mataram Baru.
Samudra Pasai sebelum menjadi kerajaan Islam merupakan kota pelabuhan
yang berada dalam kekuasaan Majapahit, yang pada masa itu sedang
mengalami kemunduran. Setelah dikuasai oleh pembesar Islam, para
pedagang dari Tuban, Palembang, malaka, India, Cina dan lain-lain datang
berdagang di Samudra Pasai. Menurut Ibnu Batutah: Samudera Pasai
merupakan pelabuhan terpenting dan Istana Raja telah disusun dan diatur
secara indah berdasarkan pola budaya Indonesia dan Islam.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan
kebudayaan Islam. Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran
Islam) rakyatnya sebagiab besar memeluk agama Islam. Raja raja Pasai
membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan
Malaka. Pada tahun 1297 Malik Al saleh meninggal, dan digantikan oleh
putranya Sultan Muhammad (th 1297 – 1326)
lebih dikenal dengan nama Malik Al Tahir, penggantinya Sultan Ahmad (th
1326 – 1348), juga pakai nama Malik Al Tahir, penggantinya Zainal
Abidin.
Raja Zainal Abidin pada tahun 1511 terpaksa melarikan diri dan
meninggalkan tahtanya berlindung di Majapahit, karena masih saudara raja
Majapahit. Hal ini berarti hubungan kekerabatan Raja Samudra Pasai
dengan Raja Majapahit terbina sangat baik, menurut berita Cina
disebutkan pertengahan abad 15, Samudra Pasai masih mengirimkan
utusannya ke Cina sebagai tanda persahabatan.makam Naina Hisana bin Naina.
Fatahilah, ulama terkemuka Pasai menikah dengan adik Sultan
Trenggono(raja Demak/adik Patih Unus/anak Raden Patah). Fatahilah
berhasil merebut Sunda Kelapa (22 Juni 1522) berganti nama menjadi
Jayakarta, juga Cirebon dan Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar