- Raja Sisingamangaraja tidak senang daerah kekuasaannya dikuasai Belanda yaitu Tapanuli Selatan.
- Untuk mewujudkan Pax Netherlandica, Belanda berniat menguasai Tapanuli Utara pada saat yang sama Belanda juga melancarkan peperangan di Aceh.
Perang dimulai ketika Belanda
menempatkan pasukannya di Tarutung, untuk melindungi penyebaran agama
kristen yang dilakukan oleh Nommensen yang berkebangsaan Jerman.
Sisingamangaraja XII menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Selama 7
tahun terjadi peperangan di Tapanuli Utara yaitu di daerah Bahal Batu,
Soborong-borong, Balige Laguboti dan Lumban Julu.Pada tahun 1904 pasukan
Belanda pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah melanjutkan gerakannya ke
Tapanuli Utara dan berhasil mendesak pertahanan Sisingamangaraja XII.
Pada tahun1907 pasukan marsose dipimpin
oleh Kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, isteri
Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya, sementara itu ia dan para
pengikutnya menyelamatkan diri ke hutan Simsim. Bujukan agar raja mau
menyerah ditolaknya.
Akhirnya dalam pertempuran tanggal 17
Juni 1907 Sisingamangaraja XII gugur juga Lopian puterinya dan dua orang
puteranya yaitu Sutan nagari dan Patuan Anggi. Jenasahnya dimakamkan di
depan markas militer Belanda di Tarutung lalu dipindahkan ke Balige.
Gugurnya Sisingamangaraja XII telah menambah deretan pahlawan perjuangan
kemerdekaan. Perang Tapanuli adalah perang terakhir menghadapi Belanda
dengan senjata.
Peninggalan-peninggalan
yang ada membuktikan keberanian rakyat Indonesia. Apakah kalian pernah
pergi mengunjungi berbagai peninggalan pada masa perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda di atas? Bagaimana sikap kalian terhadap
peninggalan tersebut? Generasi sekarang harus merawat peninggalan
tersebut agar dapat belajar bagaimana perjuangan para pahlawan pada masa
lalu. Dengan demikian kalian akan semakin giat belajar dan membangun
bangsa Indonesia agar terus berjaya.
Saat masa penjajahan Hindia Belanda, perlawanan terhadap Pemerintah
Hindia Belanda terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi
Indonesia pada masa lalu sulit dijangkau, sehingga menyebabkan
perlawanan rakyat tidak dapat dilakukan secara serentak. Inilah salah
satu faktor penyebab Hindia Belanda dapat melumpuhkan perlawanan Bangsa
Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang
dilakukan oleh rakyat Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Perang Saparua di Ambon
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Pattimura
Merupakan perlawanan rakyat Ambon yang dipimpin Thomas Matulesi
(Pattimura). Dalam perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu
melakukan perlawanan dengan gagah berani. Perlawanan Pattimura dapat
dikalahkan setelah bantuan pasukan Hindia Belanda dari Jakarta datang.
Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan akhirnya dihukum
gantung.
2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar
bagi rakyat Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi
(ulama) dan kaum adat melawan Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan
Belanda kewalahan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk
mendukung pejuang Paderi.
Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh.
Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de
Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua
benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang
ditandai dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol
tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol kemudian ditangkap, dan diasingkan ke
Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun
1864.
3) Perang Diponegoro 1825-1830
Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro
diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan
Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga
diri dan nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta menjadi penyebab lain
kebencian rakyat kepada Belanda.
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825.
Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Pangeran Diponegoro.
Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV
mencabuti patok- patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk
menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan lagi, pada
tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan
dibakar oleh Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan
Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanyalah tipu
muslihat Belanda karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke
Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya
Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat
di Jawa.
4) Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan
rakyat Aceh terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Jendral Kohler terbunuh
saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler
meninggal dekat sebuah pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler.
Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar
oleh Belanda tidak berhasil dalam perang itu. Belanda semakin terdesak,
korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.
Perlawanan terhadap Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda
Snouck Hurgroje
Pemerintah Hindia Belanda sama sekali kewalahan dan tidak mampu
menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut,
Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul
Gafar (seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam) untuk mencari
kelemahan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje
memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang
Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan,
sebab karakter orang Aceh adalah pantang menyerah, jiwa jihad orang Aceh
sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan
Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian
menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini
berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda
memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama
dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak.
Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian
perlawanan rakyat Aceh secara sporadis masih berlangsung hingga tahun
1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dipimpin
oleh Sisingamangaraja XII, Perlawanan di Sumatra Utara berlangsung cukup
lama, yaitu selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu
sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara),
Pemerintah Hindia Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan
Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil
mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra
beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur dalam pertempuran
tersebut, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Pangeran Antasari
Perang Banjar berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda ikut campur
tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda
memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai oleh
rakyat. Pangeran Antasari dengan kekuatan 300 prajurit menyerang tambang
batu bara milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859.
Selanjutnya peperangan demi peperangan dilakukan oleh Pangeran antasari
di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari menyerang pos-pos
Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong,
sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu dengan dibantu para
panglima dan prajuritnya yang setia.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun
1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom
tertangkap Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan
Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah
dan berakhirlah perlawanan rakyat Banjar di pulau Kalilmantan.
Perlawanan baru benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Perang Jagaraga berawal saat Pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan di
Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi
peraturan bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak
penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng
yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak mau menerima
tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini
menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun
1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja
Buleleng menyingkir ke Jagaraga dengan dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Pemerintah Hindia Belanda
melanjutkan ekspedisi militernya pada tahun 1849. Dua kerajaan Bali,
Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh
kerajaan di Bali jatuh ke pihak Pemerintah Hindia Belanda setelah rakyat
melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang
Puputan.
8) Perang Tondano di Sulawesi Utara
Perang Tondano terjadi pada masa penjajahan HIndia Belanda, baik pada
masa VOC maupun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Bangsa Spanyol
sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulawesi Utara sebelum
kedatangan bangsa Belanda. Hubungan dagang orang Minahasa dengan Spanyol
terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara mereka
mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang dari Belanda. Waktu itu
VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
VOC berusaha memaksakan kehendak mereka mereka agar orang-orang Minahasa
menjual hasil berasnya kepada VOC. Orang-orang Minahasa menentang usaha
monopoli dari VOC tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC, mereka
memilih upaya memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan
orang-orang Minahasa, VOC kemudian membendung Sungai Temberan. Akibatnya
aliran sungai tersebut meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan
para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian pindah ke Danau
Tondano dengan rumah-rumah apung.
Perang Tondano terjadi lagi pada abad ke-19. Perang ini dilatarbelakangi
oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. Pada kebijakan itu, Minahasa
dijatah untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2000 orang yang akan
dikirim ke Jawa. Orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan
program Belanda untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan
kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka
justru mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan
orang-orang Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda menerapkan strategi
dengan membendung Sungai Temberan lagi. Prediger juga membentuk dua
pasukan tangguh. Pasukan pertama dipersiapkan untuk menyerang dari Danau
Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal
23 Oktober 1808 pertempuran mulai berlangsung dengan sengit. Pasukan
Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan
serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan
perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang
Minahasa di Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan
semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah
ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober
1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan
Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti
tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan
serangannya. Tiba-tiba dari arah perkampungan itu orang-orang Tondano
muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun berjatuhan dari
pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda kewalahan dan terpaksa
ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai
meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh
Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak
efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan
semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan terpetikik berita
kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809.
Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari
pejuang yang mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan
dan semangat yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan
atas gempuran pasukan Belanda yang terus menerus. Akhirnya pada tanggal
4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur
bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih
mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau
bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.
Strategi Belanda Menghadapi Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia
Belanda
Para pahlawan kita telah menunjukkan kegigihannya yang luar biasa
melawan penjajahan pemerintah Hindia Belanda. Namun, sampai akhir abad
XIX, Belanda belum juga berhasil diusir dari bumi Indonesia. Apakah
kalian menemukan hubungan lokasi Indonesia dengan kesulitan mengusir
penjajah? Pada bagian sebelumnya kalian telah mempelajari keunggulan
lokasi Indonesia yang terdiri atas iklim, geostrategis, dan kondisi
tanah. Ketiga hal tersebut berdampak langsung pada kegiatan ekonomi,
transportasi, dan komunikasi. Kondisi Indonesia yang berpulau-pulau
menyulitkan transportasi dan komunikasi masyarakat pada masa lalu.
Akibatnya rakyat Indonesia melakukan perlawanan hanya terbatas di
daerahnya masing-masing. Hal ini dimanfaatkan Pemerintah Hindia Belanda
untuk melakukan strategi memecah belah bangsa Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para
pimpinan perlawanan. Sebagai contoh Pangeran Diponegoro diasingkan di
Sulawesi, Cut Nya Dien di Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol juga diasingkan
ke Ambon. Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus komunikasi
pemimpin dengan rakyatnya.
Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu, menyebabkan
terputusnya hubungan para pemimpin dengan pengikut. Para pemimpin tentu
akan kesulitan untuk memimpin perlawanan dengan surat-menyurat bukan?
Sumber: http://ipsgampang.blogspot.co.id/2014/08/perlawanan-terhadap-pemerintah-hindia.html
Sumber: http://ipsgampang.blogspot.co.id/2014/08/perlawanan-terhadap-pemerintah-hindia.html
artikel yang bagus
BalasHapus